Dakwah Rasulullah Periode Madinah

A. Memahami Perjuangan Dakwah Nabi Muhammad saw.
 
1. Hijrah, Titik Awal Dakwah Rasulullah saw. di Madinah
Wafatnya istri tercinta Siti Khadijah dan Pamannya Abu °alib, yang
selalu menjadi pembela utama dari ancaman para kafir Quraisy, beban
Rasulullah saw. dalam berdakwah menyebarkan ajaran Islam makin berat.
Di sisi lain, kesediaan penduduk Madinah (Yașrib) memikul tanggung
jawab bagi keselamatan Rasulullah saw. merupakan tanda yang jelas bagi
kelanjutan dakwah Rasulullah saw. Beberapa faktor yang mendorong
Rasulullah saw. hijrah ke Madinah antara lain sebagai berikut.

a. Pada tahun 621 M, telah datang 13 orang penduduk Madinah menemui
Rasulullah saw. di Bukit Aqaba. Mereka berikrar memeluk agama Islam.

b. Pada tahun berikutnya, 622 M datang lagi sebanyak 73 orang dari
Madinah ke Mekah yang terdiri atas suku Aus dan Khazraj yang
pada awalnya mereka datang untuk melakukan ibadah haji, tetapi
kemudian menjumpai Rasulullah saw. dan mengajak beliau agar hijrah
ke Madinah. Mereka berjanji akan membela dan mempertahankan
Rasulullah saw. dan pengikutnya serta melindungi keluarganya seperti
mereka melindungi anak dan istri mereka.

Faktor lain yang mendorong Rasulullah saw. untuk hijrah dari Kota
Mekah adalah pemboikotan yang dilakukan oleh kafir Quraisy kepada
Rasulullah saw. dan para pengikutnya (Bani Hasyim dan Bani Muṭallib).
Pemboikotan yang dilakukan oleh para kafir Quraisy mencakup hal-hal
berikut. 

a. Melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan pendukung Nabi
Muhammad saw.
b. Tidak seorang pun berhak mengadakan ikatan perkawinan dengan
orang muslim.
c. Melarang keras bergaul dengan kaum muslim.
d. Musuh Nabi Muhammad saw. harus didukung dalam keadaan
bagaimana pun.

Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas sahifah atau plakat yang
digantungkan di dinding Ka’bah dan tidak akan dicabut sebelum Nabi
Muhammad saw. menghentikan dakwahnya. Teks perjanjian tersebut
disahkan oleh semua pemuka Quraisy dan diberlakukan dengan sangat
ketat. Blokade tersebut berlangsung selama tiga tahun dan sangat
dirasakan dampaknya oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin merasakan
derita dan kepedihan atas blokade ekonomi tersebut. Namun, semua itu
tidak menyurutkan kaum muslimin untuk tetap bertahan dan membela
Rasulullah saw. 
Setelah melalui pemikiran yang mendalam disertai perintah langsung
dari Allah Swt. untuk berhijrah ke Madinah, disusunlah rencana Rasulullah
saw. dan seluruh kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah. Peristiwa hijrah
Rasulullah saw. dari Mekah ke Madinah dilakukan dengan perencanaan
yang sangat matang. Kaum muslimin diperintahkan terlebih dahulu untuk
menuju Madinah tanpa membawa harta benda yang selama ini menjadi
milik mereka. Sementara Rasulullah saw. dan beberapa sahabat  merupakan
orang terakhir yang hijrah ke Madinah. Hal itu dilakukan mengingat begitu
sulitnya beliau keluar dari pantauan kaum kafir Quraisy.

B. Substansi Dakwah Nabi saw. di Madinah

1. Membina Persaudaraan antara Kaum Ansar dan Kaum Muhajirin
Kehadiran Rasulullah saw. dan Kaum Muhajirin (sebutan bagi pengikut
Rasulullah saw. yang hijrah dari Mekah ke Madinah) mendapat sambutan
hangat dari penduduk Madinah (Kaum Ansar). Mereka memperlakukan
Nabi Muhammad saw. dan para Muhajirin seperti saudara mereka sendiri.
Mereka menyambut Rasulullah saw. dengan kaum Muhajirin dengan
penuh rasa hormat selayaknya seorang tuan rumah menyambut tamunya.
Bahkan, mereka mengumandangkan sya’ir yang begitu menyentuh qalbu.
Bunyi sya’ir yang mereka kumandangkan adalah seperti berikut.
“Telah muncul bulan purnama dari Șaniyatil Wadai’, kami wajib
bersyukur selama ada yang menyeru kepada Tuhan, Wahai yang diutus
kepada kami. Engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.”
Sejak itulah, Kota Ya¡rib diganti namanya oleh Rasulullah saw. dengan
sebutan “Madinatul Munawwarah”.
Strategi Nabi mempersaudarakan Muhajirin dan Ansar untuk mengikat
setiap pengikut Islam yang terdiri atas berbagai macam suku dan kabilah ke
dalam suatu ikatan masyarakat yang kuat, senasib, seperjuangan dengan
semangat persaudaraan Islam. Rasulullah saw. mempersaudarakan Abu
Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair Ja’far, Abi Talib dengan Mu’az bin
Jabal, Umar bin Khattab dengan Ibnu bin Malik dan Ali bin Abi Talib dipilih
untuk menjadi saudara beliau sendiri. Selanjutnya, setiap kaum Muhajirin
dipersaudarakan dengan kaum Ansar dan persaudaraan itu dianggap
seperti saudara kandung sendiri. Kaum Muhajirin dalam penghidupan
ada yang mencari nafkah dengan berdagang dan ada pula yang bertani
mengerjakan lahan milik kaum Ansar.
Setelah kaum Muhajirin menetap di Madinah, Nabi Muhammad saw.
mulai mengatur strategi untuk membentuk masyarakat Islam yang terbebas
dari ancaman dan tekanan (intimidasi). Pertalian hubungan kekeluargaan
antara penduduk Madinah (kaum Ansar) dan kaum Muhajirin dipererat
dengan mengadakan perjanjian untuk saling membantu antara kaum
muslimin dan nonmuslim. Nabi Muhammad saw. juga mulai menyusun
strategi ekonomi, sosial, serta dasar-dasar pemerintahan Islam.
Kaum Muhajirin adalah kaum yang sabar. Meskipun banyak rintangan
dan hambatan dalam kehidupan yang menyebabkan kesulitan ekonomi,
namun mereka selalu sabar dan tabah dalam menghadapinya dan tidak
berputus asa.
Nabi Muhammad saw. dalam menciptakan suasana agar nyaman dan
tenteram di Kota Madinah, dibuatlah perjanjian dengan kaum Yahudi.
Dalam perjanjiannya ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan tiap-tiap
golongan untuk memeluk dan menjalankan agamanya.
Isi perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad saw. dengan kaum Yahudi
sebagai berikut.

a. Kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum Muslimin.
b. Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing-
masing.
c. Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong-menolong dalam
melawan siapa saja yang memerangi mereka.
d. Orang-orang Yahudi memikul tanggung jawab belanja mereka sendiri
dan sebaliknya kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri.
e. Kaum Yahudi dan kaum muslimin wajib saling menasihati dan tolongmenolong
dalam mengerjakan kebajikan dan keutamaan.
f. Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dijaga dan dihormati oleh
mereka yang terikat dengan perjanjian itu.
g. Kalau terjadi perselisihan di antara kaum Yahudi dan kaum muslimin
yang dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan,
urusan itu hendaklah diserahkan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.
h. Siapa saja yang tinggal di dalam ataupun di luar Kota Madinah wajib
dilindungi keamanan dirinya kecuali orang zalim dan bersalah sebab
Allah Swt. menjadi pelindung bagi orang-orang yang baik dan berbakti.

2. Membentuk Masyarakat yang Berlandaskan Ajaran Islam

a. Kebebasan Beragama
Tujuan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. adalah
memberikan ketenangan kepada penganutnya dan memberikan
jaminan kebebasan kepada kaum Muslimin, Yahudi, dan Nasrani dalam
menganut kepercayaan agama masing-masing. Dengan demikian, Nabi
Muhammad saw memberikan jaminan kebebasan beragama kepada
Yahudi dan Nasrani yang meliputi kebebasan berpendapat, kebebasan
beribadah sesuai dengan agamanya, dan kebebasan mendakwahkan
agamanya. Hanya kebebasan yang memberikan jaminan dalam
mencapai kebenaran dan kemajuan menuju kesatuan yang integral dan
terhormat.
Menentang kebebasan berarti memperkuat kebatilan dan
menyebarkan kegelapan yang pada akhirnya akan mengikis habis cahaya
kebenaran yang ada dalam hati nurani manusia. Cahaya kebenaran
yang menghubungkan manusia dengan alam semesta (sampai akhir
zaman), yaitu hubungan rasa kasih sayang dan persatuan, bukan rasa
kebencian dan kehancuran.

b. Azan, Salat, Zakat, dan Puasa
Ketika Nabi Muhammad saw. tiba di Madinah, bila waktu salat tiba,
orang-orang berkumpul bersama tanpa dipanggil. Lalu terpikir untuk
menggunakan terompet, seperti Yahudi, tetapi Nabi tidak menyukainya;
lalu ada yang mengusulkan menabuh genta, seperti Nasrani. Menurut
satu sumber atas usul Umar bin Khattab dan kaum muslimin serta
menurut sumber lain berdasarkan perintah Allah Swt. melalui wahyu,
panggilan salat dilakukan dengan azan. Selanjutnya Nabi  Muhammad
saw. memerintahkan kepada Abdullah bin Zaid bin Sa’labah untuk
membacakan lapaz azan kepada Bilal dan menyerukannya manakala
waktu salat tiba karena Bilal memiliki suara yang merdu.

c. Prinsip-Prinsip Kemanusiaan
Pada tahun ke-10 H (631 M) Nabi Muhammad saw. melaksanakan
haji wada’ (haji terakhir). Dalam kesempatan ini, Nabi Muhammad saw.
menyampaikan khutbah yang sangat bersejarah. Ketika matahari telah
tergelincir, dengan menunggang untanya yang bernama al-Qaswa’,
Nabi Muhammad saw.  berangkat dan tiba di lembah yang berada
di Uranah. Di tempat ini, dari atas untanya Nabi Muhammad saw.
memanggil orang-orang dan diulang-ulang panggilan itu oleh Rabi’ah
bin Umayyah bin Khalaf.
Setelah berucap syukur dan puji kepada Allah Swt., Nabi Muhammad
saw. menyampaikan pidatonya. Khutbah Nabi saw. itu antara lain
berisi larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan
mengambil harta orang lain dengan batil karena nyawa dan harta
benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah
untuk memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan
perintah menjauhi dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman
jahiliyah harus saling dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah
sebagaimana berlaku dalam zaman jahiliyah tidak lagi dibenarkan;
persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan;
hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti
apa yang dimakan tuannya dan berpakaian seperti apa yang dipakai
tuannya; dan yang terpenting adalah umat Islam harus selalu berpegang
kepada al-Qur’an dan sunnah.
Badri Yatim, dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, Dirasah
Islamiyah II, menyimpulkan isi khutbah Nabi tersebut dengan
menyatakan bahwa khutbah Nabi Muhammad saw. berisi prinsipprinsip
kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi,
kebajikan, dan solidaritas.

3. Mengajarkan Pendidikan Politik, Ekonomi, dan Sosial
Dalam bukunya 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang
Sejarah, Michael H. Hart yang menempatkan Rasulullah saw. Nabi
Muhammad saw pada urutan pertama menyatakan bahwa beliau adalah
satu-satunya orang dalam sejarah yang sangat berhasil, baik dalam hal
keagamaan maupun keduniaan. Dalam urusan politik Rasulullah saw.
menjadi pemimpin politik yang amat efektif. Hingga saat ini, empat belas
abad pasca wafatnya, pengaruhnya sangat kuat dan merasuk.


C. Strategi Dakwah Nabi saw. di Madinah

1. Meletakkan Dasar-Dasar Kehidupan Bermasyarakat
Sesampainya di Madinah, Nabi Muhammad saw. segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar-dasar kehidupan bermasyarakat
yang
dibangun Nabi adalah seperti berikut.

a. Membangun masjid. Masjid yang dibangun Nabi Muhammad saw.
tidak saja dijadikan sebagai pusat kehidupan beragama (beribadah),
tetapi sebagai tempat bermusyawarah, tempat mempersatukan kaum
muslimin agar memiliki jiwa yang kuat, dan berfungsi sebagai pusat
pemerintahan.
b. Membangun ukhuwah Islamiyah. Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw.
saw. mempersaudarakan Kaum Ansar (Muslim Madinah) dengan Kaum
Muhajirin (Muslim Mekah). Beliau mempertemukan dan mengikat
Kaum Ansar dan Muhajirin dalam satu hubungan kekeluargaan
dan kekerabatan. Dengan demikian, Nabi Muhammad saw. telah
membangun sebuah ikatan persaudaraan tidak saja semata-mata
dikarenakan hubungan darah, tetapi oleh ikatan agama (ideologi).
c. Menjalin persahabatan dengan pihak-pihak lain yang nonmuslim.
Untuk menjaga stabilitas di Madinah, Nabi Muhammad saw. menjalin
persahabatan dengan orang-orang Yahudi dan Arab yang masih
menganut agama nenek moyangnya. Sebuah piagam pun dibuat yang
kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Dalam piagam itu ditegaskan
persamaan hak dan menjamin kebebasan beragama bagi orang-orang
Yahudi. Setiap orang dijamin keamanannya dan diberikan kebebasan
dalam hak-hak politik dan keagamaan. Setiap orang wajib menjaga
keamanan Madinah dari serangan luar. Dalam piagam itu dicantumkan
pula bahwa Nabi Muhammad saw. menjadi kepala pemerintahan dan
karena itu otoritas mutlak diserahkan kepada beliau.
Terbentuknya negara Madinah membuat Islam makin kuat. Pada sisi
lain, timbul kekhawatiran dan kecemasan yang amat tinggi di kalangan
Quraisy dan musuh-musuh Islam lainnya. Kenyataan ini mendorong orang
Quraisy dan yang lainnya melakukan berbagai macam bentuk ancaman
dan gangguan. Untuk itu, Nabi Muhammad saw. mengatur siasat dan
membentuk pasukan perang serta mengadakan perjanjian dengan
berbagai kabilah yang ada di sekitar Madinah. Upaya kaum muslimin
mempertahankan Madinah melahirkan banyak peperangan. Berikut
diuraikan beberapa peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dengan
musuh-musuh mereka.

a. Perang Badar
Perang Badar merupakan peperangan yang pertama kali terjadi
dalam sejarah Islam. Perang ini berlangsung antara kaum muslimin
melawan musyrikin Quraisy. Peperangan ini terjadi pada tanggal 8
Ramaḍan tahun ke-2 Hijrah. Dengan perlengkapan yang sederhana,
Nabi Muhammad saw. dengan 305 orang pasukannya berangkat ke
luar Madinah. Kira-kira 120 km dari Madinah, tepatnya di Badar,
pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy berjumlah antara 900-1.000
orang. Dalam peperangan ini, Nabi Muhammad saw. dan kaum
muslimin berhasil memperoleh kemenangan.
Setelah kemenangan ini, salah satu suku Badui yang kuat tertarik
untuk mengikat perjanjian damai dengan Nabi Muhammad saw. Tak
lama kemudian, Nabi menyerang suku Yahudi Madinah dan Qainuqa’
yang turut berkomplot dengan orang Quraisy Mekah. Orang-orang
Yahudi ini akhirnya meninggalkan Madinah dan menetap di Aḍri’at,
perbatasan Syria.  

b. Perang Uhud
Kekalahan dalam Perang Badar makin menimbulkan kebencian
Quraisy kepada kaum muslimin. Karena itu, mereka bersumpah akan
menuntut balas kekalahan tersebut. Pada tahun ke-3 Hijrah, mereka
berangkat ke Madinah dengan membawa 3000 pasukan berunta, 200
pasukan berkuda, dan 700 orang di antara mereka memakai baju besi.
Pasukan ini dipimpin oleh Khalid bin Walid. Kedatangan pasukan Quraisy
ini disambut Nabi Muhammad saw. dengan sekitar 1.000 pasukan.
Ketika pasukan Nabi Muhammad saw. melewati batas kota,
Abdullah bin Ubay menarik 300 pasukan yang terdiri atas orang Yahudi
dan kembali ke Madinah. Dengan pasukan yang masih tersisa 700
orang, Nabi Muhammad saw. melanjutkan perjalanan. Pasukan Nabi
Muhammad saw. dan pasukan Quraisy bertemu di Bukit Uhud. Perang
besar pun berkobar. Mula-mula pasukan berkuda Khalid bin Walid
gagal menembus dan menaklukkan pasukan pemanah Nabi. Pasukan
Quraisy kocar-kacir. Namun, kemenangan yang sudah di ambang pintu
gagal diraih karena pasukan Nabi Muhammad saw., termasuk pasukan
pemanah, tergoda oleh harta peninggalan musuh.
Pasukan Khalid bin Walid berbalik menyerang; pasukan pemanah
dapat dilumpuhkan dan satu per satu pasukan Nabi berguguran di
medan pertempuran. Dalam pertempuran ini, sekitar 70 orang pasukan
Nabi gugur sebagai syuhada’. Setelah peperangan ini, Nabi Muhammad
saw. menindak tegas Abdullah bin Ubay dan pasukannya. Bani Nadir,
satu dari dua suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan Abdullah
bin Ubay, diusir dari Madinah. Kebanyakan mereka pergi dan menetap
di Khaibar.

c. Perang Ahzab/Khandaq
Bani Nadir yang menetap di Khaibar berkomplot dengan musyrikin
Quraisy untuk menyerang Madinah. Pasukan gabungan mereka
berkekuatan 24.000 pasukan. Pasukan ini berangkat ke Madinah pada
tahun ke-5 Hijrah. Atas usul Salman al-Farisi, umat Islam menggali Parit
untuk pertahanan. Oleh karena itu, perang ini disebut dengan Perang
Khandaq (Parit). Selain itu, peperangan ini disebut dengan Perang
Ahzab (sekutu beberapa suku) karena Bani Nadir (orang Yahudi yang
terusir dari Madinah), musyrikin Quraisy, dan beberapa suku Arab yang
masih musyrik berkomplot melawan pasukan Islam.
Pasukan musuh yang hendak masuk ke Madinah tertahan oleh
parit. Karena itu, mereka mengepung Madinah dengan membangun
kemah-kemah di luar parit. Pengepungan ini berlangsung selama satu
bulan dan berakhir setelah badai kencang menerpa dan memporakporandakan
kemah-kemah mereka. Kenyataan ini memaksa pasukan
Ahzab menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masingmasing
tanpa mendapat hasil apa pun.
Dalam suasana kritis, orang-orang Yahudi dan Bani Quraizah di
bawah pimpinan Ka’ab bin Asad melakukan pengkhiatan. Setelah
musuh menghentikan pengepungan dan meninggalkan Madinah, para
pengkhianat itu dihukum mati.

d. Perang Hunain
Meskipun Mekah telah ditaklukkan, tidak semua suku Arab
bersedia tunduk kepada Nabi Muhammad saw. Ada dua suku yang
masih melakukan perlawanan terhadap Nabi Muhammad saw., yaitu
Bani Taqif di Taif dan Bani Hawazin di antara Mekah dan Taif. Kedua
suku ini berkomplot melawan Nabi Muhammad saw. dengan alasan
menuntut balas atas berhala-berhala mereka (yang ada di Ka’bah) yang
dihancurkan oleh tentara Islam ketika penaklukan Mekah.
Dengan kekuatan 12.000 pasukan di bawah pimpinan Nabi
Muhammad saw., tentara Islam berangkat menuju Hunain. Dalam
waktu singkat Nabi Muhammad saw. dan pasukannya dapat menumpas
pasukan musuh. Dengan takluknya Bani Taqif dan Bani Hawazin,  seluruh
jazirah Arab di bawah kekuasaan Nabi Muhammad saw.

e. Perang Tabuk
Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti oleh
Nabi Muhammad saw.. Perang ini terjadi karena kecemburuan dan
kekhawatiran Heraklius atas keberhasilan Nabi Muhammad saw.
menguasai seluruh jazirah Arab. Untuk itu, Heraklius menyusun
kekuatan yang sangat besar di utara Jazirah Arab dan Syria yang
merupakan daerah taklukan Romawi. Dalam pasukan besar ini
bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides.
Menghadapi peperangan ini, banyak sekali kaum muslimin yang
“mendaftar” untuk turut berperang. Oleh karena itu, terhimpun pasukan
yang sangat besar. Melihat besarnya jumlah tentara Islam, pasukan
Romawi menjadi ciut nyalinya dan kemudian menarik diri, kembali ke
negerinya. Nabi Muhammad saw. tidak melakukan pengejaran, tetapi
berkemah di Tabuk. Dalam kesempatan ini, Nabi membuat perjanjian
dengan penduduk setempat. Dengan demikian, wilayah perbatasan itu
dapat dikuasai dan dirangkul masuk dalam barisan Islam.

2. Surat Nabi Muhammad saw. kepada Para Raja
Genjatan senjata antara Nabi Muhammad saw. dan musyrikin Quraisy
telah memberi kesempatan kepada Nabi Muhammad saw. untuk melirik
negeri-negeri lain sambil memikirkan cara berdakwah ke sana. Salah
satu cara yang ditempuh Nabi Muhammad saw. adalah dengan berkirim
surat kepada raja-raja, para penguasa negeri-negeri tersebut. Di antara
raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi Muhammad saw. adalah raja
Gassan, Mesir, Abisinia, Persia, dan Romawi. Tidak satu pun dari rajaraja

tersebut menyambut dan menerima ajakan Nabi Muhammad saw.
Semuanya menolak dengan cara yang beragam. Ada yang menolak dengan
baik dan simpati dan ada pula yang menolak dengan kasar seperti yang
dilakukan oleh Raja Gassan. Ia tidak sekadar menolak, bahkan utusan Nabi
Muhammad saw. ia bunuh dengan kejam.
Untuk membalas perlakuan Raja Gassan, Nabi Muhammad saw.
menyiapkan 3.000 orang pasukan. Peperangan terjadi di Mu’tah, sebelah
utara Jazirah Arab. Pasukan Islam kesulitan menghadapi tentara Raja
Gassan yang dibantu oleh Romawi. Beberapa orang pasukan muslim gugur
sebagai syuhada’ dalam pertempuran itu. Melihat kenyatan ini, komandan
pasukan, Khalid bin Walid menarik pasukannya dan kembali ke Madinah.

3. Penakluan Mekah
Pada tahun ke-6 Hijrah, ketika haji telah disyariatkan, Nabi Muhammad
saw. dengan 1.000 orang kaum muslimin berangkat ke Mekah untuk
melaksanakan ibadah haji. Karena itu, Nabi Muhammad saw. beserta kaum
muslimin berangkat dengan pakaian ihram dan tanpa senjata. Sebelum
sampai di Mekah, tepatnya di Hudaibiyah, Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin tertahan dan tidak boleh masuk ke Mekah. Sambil menunggu izin
untuk masuk ke Mekah, Nabi saw. dan kaum muslimin berkemah di sana.
Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin tidak mendapat izin memasuki
Mekah dan akhirnya dibuatlah Perjanjian Hudaibiyah.
Perjanjian Hudaibiyah berisi lima kesepakatan, yaitu (1) kaum muslimin
tidak boleh mengunjungi Ka’bah pada tahun ini dan ditangguhkan sampai
tahun depan, (2) lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja, (3) kaum
muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekah yang melarikan diri
ke Madinah. Sebaliknya, pihak Quraisy menolak untuk mengembalikan
orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah, (4) selama sepuluh tahun
dilakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekah, dan
(5) tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kuam Quraisy atau
kaum muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Dengan adanya perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka’bah
dan menguasai Mekah kembali terbuka. Ada dua faktor yang mendorong
Nabi Muhammad saw. untuk menguasai Mekah. Pertama, Mekah adalah
pusat keagamaan bangsa Arab. Apabila Mekah dapat dikuasai, penyebaran
Islam ke seluruh Jazirah Arab akan dapat dilakukan. Kedua, orang-orang
Quraisy adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh
yang besar. Dengan dikuasainya Mekah, kemungkinan besar orangorang

Quraisy, yang merupakan suku Nabi Muhammad saw. sendiri,
akan memeluk Islam. Dengan Islamnya orang-orang Quraisy, Islam akan
mendapat dukungan yang besar. Setahun kemudian, Nabi Muhammad
saw. bersama kaum muslimin melaksanakan ibadah haji sesuai dengan
perjanjian. Dalam kesempatan ini banyak penduduk Mekah yang masuk
Islam karena melihat kemajuan yang diperoleh oleh penduduk Madinah.
Dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam telah
menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan positif. Prestasi
ini, menurut orang Quraisy, dikarenakan adanya Perjanjian Hudaibiyah.
Oleh karena itu, secara sepihak mereka membatalkan perjanjian tersebut.
Nabi Muhammad saw. segera berangkat ke Mekah dengan 10.000 orang
tentara. Tanpa kesulitan, Nabi Muhammad saw. dan pasukannya memasuki
Mekah dan berhala-berhala di semua sudut negeri dihancurkan. Setelah
itu, Nabi Muhammad saw. berkhutbah memberikan pengampunan
bagi orang-orang Quraisy. Dalam khutbah itu Nabi Muhammad saw.
menyatakan “siapa yang menyarungkan pedangnya ia akan aman, siapa
yang masuk ke Masjidil Haram ia akan aman, dan siapa yang masuk ke
rumah Abu Sufyan ia juga akan aman.” Setelah khutbah itu, penduduk
Mekah datang berbondong-bondong dan menyatakan diri sebagai muslim.
Sejak peristiwa itu, Mekah berada di bawah kekuasaan Nabi Muhammad
saw.

Keislaman penduduk Mekah memberikan pengaruh yang sangat besar
kepada suku-suku di berbagai pelosok Arab. Oleh karena itu, pada tahun
ke-9 dan ke-10 Hijrah (630 – 631 M) Nabi Muhammad saw. Menerima
berbagai delegasi suku-suku Arab sehingga tahun itu disebut dengan
tahun perutusan. Sejak itu, peperangan antarsuku telah berubah menjadi
saudara seagama dan persatuan Arab pun terwujud. Nabi Muhammad
saw. kembali ke Madinah. Ia mengatur organisasi masyarakat Arab yang
telah memeluk Islam. Petugas keamanan dan para da’i dikirim ke daerahdaerah
untuk mengajarkan Islam, mengatur peradilan, dan memungut
zakat. 

Dua bulan kemudian, Nabi Muhammad saw. jatuh sakit, dan pada
12 Rabi’ul Awwal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M ia wafat di rumah
istrinya, Aisyah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

How to Install VOSViewer

Asma'ul Husna : al-Karim, al-Mu'min, al-Wakil, al-Matin, al-Jami', al-Adl, dan al-Akhir

How to Install Mendeley : Mendeley Desktop, Web Plugin, and MS Word Plugin