Toleransi dan Mengindarkan Diri dari Tindak Kekerasan
A. Pentingnya
Perilaku Toleransi
Toleransi sangat penting dalam
kehidupan manusia, baik dalam berkata-kata maupun dalam bertingkah laku. Dalam
hal ini, toleransi berarti menghormati dan belajar dari orang lain, menghargai
perbedaan, menjembatani kesenjangan di antara kita sehingga tercapai kesamaan
sikap. Toleransi merupakan awal dari sikap menerima bahwa perbedaan bukanlah
suatu hal yang salah, justru perbedaan harus dihargai dan dimengerti sebagai
kekayaan. Misalnya, perbedaan ras, suku, agama, adat istiadat, cara pandang,
perilaku, pendapat. Dengan perbedaan tersebut, diharapkan manusia dapat
mempunyai sikap toleransi terhadap segala perbedaan yang ada, dan berusaha
hidup rukun, baik individu dan individu, individu dan kelompok masyarakat,
serta kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat yang lainnya.
Terkait pentingnya toleransi, Allah
swt. menegaskan dalam firman-Nya sebagai berikut.
وَمِنْهُمْ
مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ لا يُؤْمِنُ بِهِ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِينَ
(٤٠)وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ
مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ (٤١)
40. di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al
Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya.
Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.
41. jika mereka
mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu
pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun
berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".
(Q.S. Yunus ayat
40-41)
Q.S. Yunus/1: 40 Allah Swt.
menjelaskan bahwa setelah Nabi Muhammad saw. berdakwah, ada orang yang beriman
kepada al-Qur’an dan mengikutinya serta memperoleh manfaat dari risalah
yang disampaikan, tapi ada juga yang tidak beriman dan mereka mati dalam
kekafiran.
Pada
Q.S. Yunus/1: 41 Allah Swt. memberikan penegasan kepada
rasul-Nya, bahwa jika mereka mendustakanmu,
katakanlah bahwa bagiku pekerjaanku, dan bagi kalian pekerjaan kalian, kalian berlepas
diri dari apa yang aku kerjakan dan aku berlepas diri terhadap apa yang
kalian kerjakan. Allah Swt. Mahaadil dan tidak pernah zalim,
bahkan Dia memberi kepada setiap manusia sesuai dengan apa yang diterimanya.
Dari penjelasan ayat tersebut dapat disimpulkan
hal-hal berikut.
a. Umat manusia yang hidup setelah
diutusnya Nabi Muhammad saw. terbagi menjadi 2 golongan. Dua golongan umat
itu yang pertama adalah golongan ada umat yang beriman terhadap
kebenaran kerasulan dan kitab suci yang disampaikan Nabi Muhammad saw. kedua
adalah golongan umat yang
mendustakan kerasulan Nabi Muhammad
saw. dan tidak beriman kepada al-Qur’an.
b. Allah Swt. Maha Mengetahui sikap
dan perilaku orang-orang beriman yang selama hidup di dunia senantiasa
bertaqwa kepada-Nya, begitu juga orang kafir yang tidak beriman kepada-Nya.
c. Orang beriman harus tegas dan
berpendirian teguh atas keyakinannya. Ia tegar meskipun hidup di tengah-tengah
orang yang berbeda keyakinan dengan dirinya.
Ayat di atas juga menjelaskan perlunya
menghargai perbedaan dan toleransi. Cara menghargai perbedaan dan
toleransi antara lain tidak mengganggu
aktivitas keagamaan orang lain. Rasulullah saw.
bersabda:
Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda, “Sebaikbaik
Sahabat di sisi
Allah Swt. Adalah yang paling baik di antara mereka terhadap sesama saudaranya.
Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah
Swt. adalah yang paling baik di antara mereka terhadap tetangganya.” (H.R. Attirmizi)
B. Menghindari Diri dari Perilaku Tindak
Kekerasan
Manusia dianugerahi oleh Allah Swt.
berupa nafsu. Dengan nafsu tersebut, manusia dapat merasakan benci dan
cinta. Dengannya pula manusia bisa melakukan persahabatan dan permusuhan.
Dengannya pula manusia bisa mencapai kebahagiaan ataupun kesengsaraan.
Hanya nafsu yang telah berhasil dijinakkan oleh akal saja yang akan mampu
menghantarkan manusia kepada kemuliaan.
Namun sebaliknya, jika nafsu di luar
kendali akal, niscaya akan menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesengsaraan
dan kehinaan. Permusuhan berasal dari rasa benci
yang dimiliki oleh setiap manusia.
Sebagaimana cinta, benci pun berasal
dari nafsu yang harus bertumpu di atas pondasi akal. Permusuhan di antara
manusia terkadang karena kedengkian pada hal-hal duniawi seperti pada kasus
Qabil dan Habil ataupun pada kisah Nabi Yusuf as. dan saudara-saudaranya.
Terkadang pula permusuhan dikarenakan dasar ideologi dan keyakinan yang
berbeda.
Akhir-akhir ini sering sekali tindak
kekerasan disebabkan oleh pemahaman dan keyakinan yang berbeda. Karena
perbedaan keyakinan dan pemahaman, banyak orang yang menghujat dan
berakhir dengan kekerasan.
Islam melarang perilaku kekerasan
terhadap siapa pun. Allah Swt. berfirman:
مِنْ
أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ
نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا
فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ
ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأرْضِ لَمُسْرِفُونَ (٣٢)
32. oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang
itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. dan
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang
kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (Q.S. al-Maidah ayat 32)
Allah
Swt. menjelaskan dalam ayat ini, bahwa setelah peristiwa pembunuhan
Qabil terhadap Habil, Allah Swt.
menetapkan suatu hukum bahwa membunuh
seorang manusia, sama dengan membunuh
seluruh manusia. Begitu juga
menyelamatkan kehidupan seorang
manusia, sama dengan menyelamatkan
seluruh manusia. Ayat ini menyinggung
sebuah prinsip sosial di mana masyarakat
bagaikan sebuah tubuh, sedangkan
individu-individu masyarakat merupakan
anggota tubuh tersebut. Apabila sebuah anggota tubuh sakit, maka
anggota tubuh
yang lainnya pun ikut merasakan sakit.
Begitu juga apabila seseorang berani
mencemari tangannya dengan darah
orang yang tak berdosa, maka pada
hakikatnya dia telah membunuh manusiamanusia
lain yang tak berdosa. Dari segi
sistem penciptaan manusia, terbunuhnya Habil telah menyebabkan hancurnya
generasi besar suatu masyarakat, yang akan tampil dan lahir di dunia ini. Al-Qur’an
memberikan perhatian penuh terhadap perlindungan jiwa manusia dan menganggap
membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh sebuah masyarakat. Pengadilan di
negara-negara tertentu menjatuhkan hukuman qisas, yaitu membunuh orang yang telah membunuh. Di
Indonesia juga pernah dilakukan hukuman mati bagi para pembunuh.
Dalam Q.S. al-Maidah/5: 2
terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik.
a. Nasib kehidupan manusia sepanjang
sejarah memiliki kaitan dengan orang lain.
Sejarah kemanusiaan merupakan
mata rantai yang saling
berhubungan. Oleh
karena itu, terputusnya sebuah mata rantai akan mengakibatkan musnahnya sejumlah besar umat manusia.
b. Nilai suatu pekerjaan berkaitan
dengan tujuan mereka. Pembunuhan seorang
manusia dengan maksud jahat merupakan
pemusnahan sebuah masyarakat,
tetapi keputusan pengadilan untuk
melakukan eksekusi terhadap seorang
pembunuh dalam rangka
qisas merupakan sumber kehidupan masyarakat.
c. Mereka yang memiliki pekerjaan yang
berhubungan dengan penyelamatan jiwa
manusia, seperti dokter, perawat, atau
polisi harus mengerti nilai pekerjaan
mereka. Menyembuhkan atau
menyelamatkan orang yang sakit dari kematian
bagaikan menyelamatkan sebuah
masyarakat dari kehancuran.
Tugas kita bersama adalah menjaga
ketenteraman hidup dengan cara mencintai,
orang-orang yang berada di sekitar
kita. Artinya, kita dilarang melakukan perilakuperilaku
yang dapat merugikan orang lain,
termasuk menyakiti dan melakukan
tindakan kekerasan.
Di Indonesia ada hukum yang mengatur
pelarangan melakukan tindak
kekerasan, termasuk kekerasan kepada
anak dan anggota keluarga, misalnya UU
No. 23 Tahun 2002 dan UU No. 23 Tahun 2004.
Komentar
Posting Komentar